Ilustrasi: Rizky Hidayatulloh |
Senin,
5 Februari 2024, penulis berkunjung ke sebuah candi yang sempat menggegerkan
masyarakat Indramayu. Candi ini berlokasi di Kecamatan Juntinyuat, Desa
Sambimaya, Blok Dingkel 1, Kabupaten Indramayu.
Candi ini dinamai Candi Dingkel karena ditemukan di tengah persawahan milik
bapak Tayim di Blok Dingkel. Berkat jasanya melindungi candi itu sebagai cagar
budaya, beliau mendapat kompensasi dari pemerintah setempat.
Candi
Dingkel ditemukan pada 2019 oleh seorang warga yang konon bermimpi sesosok arwah. Sosok itu menyuruhnya untuk menemukan candi
tersebut.
Pada 2020, beberapa peneliti melakukan ekskavasi dan menemukan
struktur bata yang saling berjajar. Temuan ini melintang dari barat daya hingga
timur laut. Selain itu, ditemukan pula gerabah dan gacuk (pecahan keramik)
berbentuk bundar serta temuan tulang hewan yang belum diketahui usianya.
Kemunculan
candi ini dinilai sebagai sisa peradaban masyarakat Tarumanagara. Mengapa
demikian? Karena wilayah Indramayu bagian provinsi Jawa Barat dahulu termasuk
ke dalam kerajaan Tarumanagara. Bisa jadi candi ini adalah peninggalan
Tarumanagara.
Tarumanagara
memiliki kerajaan bawahan yang disebut kemandaalan di mana masyarakat Sunda
lebih akrab dengan istilah kabuyutan. Istilah ini dipopulerkan pada era
Purnawarman dengan total kabuyutan sekitar 74 buah. Salah satunya yang terkenal
adalah Kabuyutan Manukrawa.
Sebagai
kerajaan bawahan, kabuyutan memiliki beberapa wewenang seperti ritual suci
masyarakat, keagamaan, ibadah, dan menimba ilmu. Kabuyutan biasanya
berbentuk bangunan atau hamparan kosong dengan rimbunan pepohonan. Di
Indramayu, dapat dijumpai beberapa kabuyutan seperti Kabuyutan Buyut Gentong
letaknya di Losarang dan Kabuyutan Batu Rawa di Juntinyuat.
Anggapan
Manukrawa termasuk ke dalam Tarumanagara bersumber dari kisah Wangsakerta.
Dalam kisahnya, Putri Nilem Sari dinikahkan dengan Wirabayu, seorang raja
Indramphasta dari Cirebon. Melalui pernikahan keduanya, lahirlah seorang putri
bernama Suklawatidewa. Diketahui, Suklawatidewa dipersunting oleh raja
Tarumanagara ke-VI sehingga ia menjadi permaisuri Tarumanagara.
Bagi masyarakat lokal, Manukrawa merujuk pada aliran sungai yang mengalir.
Sungai ini kemudian berganti nama menjadi Tjimanoek (Cimanuk saat ini). Dalam
Babad Demayu, wilayah Indramayu awalnya berbentuk hutan lebat. Keberhasilan
Arya Wiralodra membabat alas menjadi cikal bakal terbentuknya pemukiman di
wilayah ini.
Penemuan
candi ini dapat menarik wisatawan baru di Indramayu. Eksistensi yang mengaliri
wilayah Juntinyuat menjadi bukti sejarah lokal akan peristiwa di masa lalu.
Perdebatan antara eksistensi kerajaan dengan peralihan Sungai Cimanuk di masa
lalu menjadi kekhasan kisah seiring terungkapnya candi.
Babad
Dermayu: Kunci Indramayu dan Wiralodra
Dalam
teks Babad Dermayu, nama Indramayu, Dermayu, atau Darmayu merupakan padukuhan
yang terletak di bagian selatan Sungai Cimanuk. Awalnya, tempat itu dinamai
dengan Padukuhan Cimanuk.
Pada 1607-1610, Arya Wiralodra
membuka hutan Cimanuk dan mendirikan Padukuhan Cimanuk. Akan tetapi, nama itu
diganti dengan nama Darmayu. Mengapa demikian? Karena Indramayu didirikan untuk
menghormati seorang wanita bernama Endang Darma Ayu, sang kekasih. Cerita tersebut mirip dengan
Babad Cirebon, yang disebut sebagai Negara Geng Pakungwati. Pakungwati, seorang
putri dari Pangeran Cakrabuana dipersunting oleh Sunan Gunung Jati.
Pada
obrolan masyarakat Indramayu, nama Wiralodra dan Darma Ayu (wanita yang
mendampinginya) menjadi topik pembicaraan yang tak pernah luntur, karena
perjalanan Wiralodra dan awal berdirinya Indramayu masih menjadi misteri yang
belum terpecahkan.
Babad Dermayu menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan keberadaan kerajaan yang
hilang. Kisah ini kemudian menjadi sejarah penting, mengingat nama Dermayu
sendiri diambil berdasarkan wasiat Endang Darma Ayu kepada Wiralodra sebelum
paripurna.
Naskah Babad Dermayu ini salah
satu koleksi pribadi Drh. R.H. Bambang Irianto, B.A. Naskah tersebut berupa
kertas bergaris yang berbentuk puisi. Akan tetapi, nama penulis babad ini tidak
diketahui oleh para peneliti. Teks tersebut berbentuk puisi dengan
menggunakan pupuh tembang macapat. Ada sebanyak 16 pupuh, terdiri dari Sinom 4,
Kinanthi 2, Durma 4, Dhandhanggula 2, Pangkur 2, dan Kasmaran 2.
Perbedaan bait dalam tiap
pupuh tergantung dari konteks kisah yang dirasakan oleh penulisnya. Perjalanan
Arya Wiralodra terekspresi dalam Babad Dermayu, dengan total 652 bait. Teks naskah dimulai dengan pupuh Sinom dan diakhiri
dengan pupus Kasmaran. Kisah Babad Dermayu diawali dengan rasa suka cita,
ceria, dan semangat. Selain perjalanan Wiralodra, babad ini juga menceritakan
kehidupan dirinya yang penuh makna, pertapaan, kesabaran, dan kebajikan.
Wiralodra berpisah dari
orang tuanya untuk menginginkan kehidupan sejahtera bagi anak cucunya. Namun,
Wiralodra akhirnya berpisah dengan kekasihnya Endang Darma Ayu yang
diharapkan dapat mendampingi hidupnya.
Penulis: Geodivan Ahnaf Aryaguna
Editor: Wisnu Yogi Firdaus, Vicky
Sa'adah
Ilustrasinya bagus. Mantap mas👍. Perdalam hubungan kemandalaan di candi dingkel dengan tarumanegara ataupun Manukrawa.
BalasHapuskeren banget, kalimatnya mudah dipahami
BalasHapus