Polemik Londo dan Gundik Jawa


(Ilustrasi sosok Nyai dalam film "Bumi Manusia" 2019)   https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/995/siapakah-nyai-ontosoroh  


Peperangan antara Indonesia dengan Belanda selama 76 tahun lalu nyatanya tidak hanya meninggalkan kisah kemerdekaan saja. Telisik lebih dalam akan menjelaskan perjuangan gadis Jawa dalam menyikapi perlakuan tentara Belanda.

 

Dalam kisahnya gundik diibaratkan semacam budak yang haknya dibatasi, dirampas, dan dibeli oleh calon majikan baru sebagai bentuk implementasi atas tuan tanah yang baru, yaitu londo. Istilah ini muncul dari akibat lisan orang Jawa yang enggan ataupun kesulitan menyebut Belanda, Walanda, dan Landa yang kemudian bertransformasi menjadi Londo.

 

Londo sendiri diartikan sebagai orang Eropa kulit putih yang berasal dari Belanda, sedangkan londo ireng adalah keturunan ras kulit gelap dari Afrika yang telah hidup secara turun-temurun di Indonesia.

 

Persoalan gundik ternyata tidak jauh dari sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang melakukan jual beli wanita. Pada dasarnya jika pada zaman dahulu digunakan sebagai alat tidak manusiawi maka di kolonial saat itu martabat mereka lebih dijunjung dengan adanya peraturan kolonial.

 

Gundik diambil dari seserahan pejabat atau masyarakat yang ditujukan sebagai ucapan terima kasih mereka terhadap pemerintahan kolonial, namun ada juga yang berasal dari paksaan para serdadu Belanda.

 

Tidak selamanya hidup nyaman dan memiliki anak yang dinamakan Indo, mereka juga mengalami pelecehan dari majikannya. Nyai, istilah yang digunakan terhadap istri Jawa ternyata  tidak banyak memikat hati masyarakat secara keseluruhan untuk meninggikan derajat sosial mereka.

 

Hal-hal tersebut telah dicontohkan dalam kisah “Van den Brand yang mengaku telah melihat lelaki Belanda yang sedang mengoleskan cabai Spanyol super pedas ke alat kemaluan wanita yang dilakukan sejak pukul enam pagi sampai jam enam sore”, tambah Brand dalam laporannya, De Milioenen van Deli, seperti dikutip historia.

 

Kisah lainnya dapat dilihat dari pengakuan serdadu Korps Speciale Troepen yang memiliki gadis pribumi yang dihabisi temannya setelah dilecehkan dengan bukti kondisi setengah telanjang setelah letusan senapan berbunyi di sekitar pos pemeriksaan KST.

 

Pemaksaan yang dilakukan dapat dikatakan pelecehan terhadap gadis-gadis Jawa, tak terkecuali bagi tunasusila. Gamster Brinkman sebagai sosok Belanda menjadikan isu pelecehan seksual di Betawi menjadi kontroversial, bagaimana tidak dalam sejarah ia merupakan salah satu dari sedikit orang kulit putih yang dihakimi akibat pelecehan terhadap tunasusila Fientje de Fenicks tahun 1912.

 

Akibatnya dari hal itu, pengadilan Raad van Justitie memutuskan bahwa keadilan adalah keadilan serta menunjukkan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu.

 

Penulis: Aryo Gesang Srikaton.

Editor: Fajar Wahyu Sejati.


Referensi:

 

Johari, H. (2019). “Kekerasan Seks Serdadu Belanda”. Diakses dari historia.id https://historia.id/militer/articles/kekerasan-seks-serdadu-belanda-vZX1o pada 23 April 2022.

 

Kartodirjo, S. (2014). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium. Yogyakarta: Penerbit Ombak


Komentar