Laporan Diskusi dan Bedah Buku Perempuan Dalam Historiografi Indonesia




Penulisan sejarah perempuan di Indonesia masih jarang mendapatkan perhatian. Buku-buku yang secara khusus membahas mengenai perempuan menggunakan penelitian yang mendalam pun masih sangat jarang ditemukan. Apabila terdapat karya sejarah yang membahas perempuan, mayoritas merupakan penulisan yang menggunakan model biografi atau hanya berpusat kepada kaum elite saja.

 

Oleh karena itu, buku Perempuan dalam Historiografi Indonesia hadir sebagai suatu karya sejarah yang secara khusus membahas mengenai perempuan melalui perspektif kritis serta menggunakan penelitian yang mendalam. Penulisan sejarah yang bertemakan perempuan memang jarang menarik perhatian, hal ini dikarenakan adanya kultur masyarakat yang cenderung masih patriarki. Padahal, ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah para perempuan dalam garis sejarah Indonesia, kisah mereka pada masa penjajahan misalnya, di mana harkat dan martabat mereka sebagai seorang perempuan terkesan tidak ada harganya di mata laki-laki, dan di mana perempuan sering kali hanya dianggap sebagai alat pemuas nafsu belaka. Kisah perempuan dalam rangkaian sejarah Indonesia sebenarnya sangat menarik untuk dibahas, bagaimana para perempuan berjuang melawan ketidakadilan yang dirasakan dengan cara melawan ataupun diam, dan bagaimana harkat dan martabat perempuan perlahan mulai diangkat pada masa kemerdekaan.

 

 

Dalam kajian sejarah Indonesia, tokoh perempuan yang sering ditampilkan umumnya adalah perempuan yang termasuk ke dalam kelompok elite atau bangsawan yang sering kali ditulis dengan landasan kekaguman. Pada masa sebelum kemerdekaan, para penulis Belanda menggolongkan perempuan Indonesia ke dalam dua kelompok, yakni mereka yang melakukan perlawanan dengan memberontak, memusuhi dan melawan penjajahan Belanda seperti Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Christina Martha Tiahahu yang pada akhirnya dianggap sebagai pemberontak bagi pemerintahan Belanda, kemudian yang kedua adalah kelompok perempuan yang dianggap membuahkan ide dan pikiran, terutama dalam pendidikan bagi kaum perempuan, sebagai contoh Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis yang mendapatkan sambutan hangat oleh Belanda dan buah pemikirannya dianggap sebagai suatu keberhasilan bagi proses pembaratan dalam perspektif Belanda.

 

Pola penulisan sejarah perempuan di Indonesia yang telah ada selama ini masih terbatas pada konteks perjuangan melawan penjajahan Belanda, perjuangan politik, dan perjuangan untuk mengembangkan pendidikan bagi kaum perempuan. Padahal ada peran perempuan yang tidak kalah penting, yakni bagaimana perempuan di wilayah domestik. Seperti bagaimana mereka berperan dalam lingkungan keluarga, mempertahankan keluarganya, dan merawat suami yang hingga kini masih belum dilirik oleh kajian sejarah di Indonesia. Hal ini dapat dikaitkan dengan pernyataan “Di balik laki-laki hebat ada perempuan yang hebat”, di mana para tokoh-tokoh besar sejarah Indonesia keberhasilannya tidak pernah lepas dari peranan para perempuan dalam hidup mereka.

 

Kajian penelitian yang mengangkat tema perempuan lebih sering ditemukan dalam disiplin ilmu sosiologi dan antropologi. Sejarawan lebih banyak bergantung pada ilmu-ilmu tersebut untuk menjelaskan kondisi perempuan di Indonesia. Ketika melakukan kajian penelitian seputar sejarah perempuan, rawan terjadi kesalahan karena banyak peneliti sejarah yang terjebak dalam pendekatan ilmu sosial lain, sehingga menghilangkan perspektif historisnya. Untuk menghindari kesalahan dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara menentukan objek penelitian yang jelas, sebagai contoh perempuan dalam perang sebagai objek penelitian. Dapat diketahui bahwa kisah perempuan dalam perang bukanlah suatu kisah yang menyenangkan, dalam perang, perempuan sering kali mengalami kekerasan baik secara fisik, seksual maupun mental. Di sinilah peran peneliti menjadi sangat penting, bagaimana caranya peneliti mampu meyakinkan narasumber untuk ‘bersuara’ tanpa harus membuka luka lama maupun meromantis konflik yang ada. Bagaimana peneliti meyakinkan narasumber bahwa kajian penelitian ini akan memberi manfaat bagi perkembangan manusia di masa depan. Dalam melakukan kajian sejarah, metode pengambilan data juga merupakan suatu hal yang sangat penting, ungkapan no document no history kini sudah mulai digeser, karena sumber sejarah tidak selalu berwujud dokumen, oral history atau cerita lisan juga termasuk sumber sejarah yang dapat digunakan.

 

Perkembangan penulisan sejarah perempuan di Indonesia apabila dibandingkan dengan sejarah sosial lainnya memang cenderung lebih lambat, karena kurangnya perhatian dari para sejarawan terhadap topik-topik sejarah lain yang menyangkut perempuan, kebanyakan sejarawan hanya mengangkat tema politik dan lebih sering melirik tema-tema berbau patriarki sehingga mengesampingkan perempuan. Dominasi budaya patriarki inilah yang menjadi tali belenggu bagi perkembangan sejarah perempuan di Indonesia. Selanjutnya, adanya kekeliruan perspektif para peneliti ketika mengkaji topik ‘perempuan’ yang justru lebih terpengaruh oleh disiplin ilmu sosial lain dan meninggalkan esensi historisnya.

 

Apabila dilihat dari banyaknya karya-karya sejarah yang sudah dihasilkan oleh para sejarawan Indonesia, memang sangat jarang disinggung ‘perempuan’ di dalamnya, sebagai contoh, dalam buku cetak pegangan siswa untuk para pelajar, di buku PSBB misalnya, peranan perempuan pada masa revolusi dan pasca revolusi hilang. Dalam buku KTSP 2006 dan Kurikulum 2013, nama perempuan tidak disebutkan sama sekali. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahkan dalam proses pembelajaran nasional sekalipun, historiografi perempuan tidak memiliki ruang. Padahal untuk membangun mental generasi muda yang tidak patriarki harus dibangun dari dasarnya, dan pendidikan formal adalah salah satu medianya.

 

Laporan wartawan Sanskerta untuk diskusi dari divisi Penelitian dan Pengembangan (Bedah Buku 2022) bersama Reni Nuryanti, S.Pd., MA. Dan  Dr. (Candidate) Rhoma Aria Dwi Yuliantri pada 23 April 2022

 

Reporter dan penulis: Aulia Yuantika Pramodya, dkk

Editor: Fajar Wahyu Sejati

 

*Tulisan ini merupakan bagian  dalam peran Sanskertaonline untuk menjadi wadah pers dari kegiatan Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah 2022 Kabinet Wirasena.


Komentar