Diskusi Candi Kedulan: Merawat Ingatan dan Merawat Kemajuan Masa Lampau

   

 Dalam rangka pembentukan kesadaran akan pemahaman candi, Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta telah sukses menyelenggarakan seminar yang berjudul Upaya Pelestarian Cagar Budaya dalam Pemugaran Candi Kedulan secara Online. Dalam acara ini pula dimeriahkan oleh pengisi acara, yaitu Danu Eko Agustinova (Dosen Pendidikan Sejarah UNY), R.A. Retno Isnurwindryaswari, S.S. (Pamong Budaya Ahli Pertama BPCB), dan Antar Nugroho, S.S. (Pamong Budaya Ahli Muda BPCB).


    Sesi pertama, dibuka oleh sambutan sekaligus penjelasan secara umum mengenai candi di Indonesia khususnya Candi Kedulan. Di Indonesia, candi dimaknai sebagai bangunan peninggalan nenek moyang yang beraliran Hindu-Budha serta dimaknai sebagai tempat peribadatan maupun upacara kerajaan yang memiliki autentik kultural lokal.


    Penemuan Candi Kedulan di Dusun Kedulan, Desa Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 24 September 1993 telah diidentifikasi sebagai peninggalan Hindu Kerajaan Mataram Kuno. Dalam prasasti Sumunggul dan Pananggaran diterjemahkan sebagai penjelasan mengenai dam (bendungan air) untuk irigasi masyarakat Sleman serta kewajiban pajak yang menunjukkan struktural ekonomi.


    Sesi dua, dilanjutkan upaya pemerintah terutama BPCB Yogyakarta dalam mengawasi penemuan dan peredaran barang kuno. Melalui pasal 23 mengenai penemuan, 26 pencarian, pasal 1 no. 24, dan pasal 58 yang mencangkup semua tata cara pelaksanaan tersebut, maka ditetapkan masyarakat yang bersangkutan wajib melapor sesuai ketentuan dari pendaftaran sampai pengembalian kepada pemerintah.


    Hal tersebut lantaran segala peninggalan kuno adalah hak semua masyarakat Indonesia yang kemudian dikelola sehingga dapat mengusung potensi ekonomi sektor pariwisata. Terbukti setelah penetapan sebagai desa wisata, Desa Kedulan telah memakmurkan masyarakatnya dengan membuka jasa tour guide, kuliner, dan wisata di sekitar Candi Kedulan.


    Sesi tiga, untuk mencapai misi di atas tentunya langkah awal yang diperlukan adalah kerja sama yang baik antara sejarawan dan arkeolog. Pertimbangan sejak ditemukannya tahun 1993 tidaklah mudah, penerapan drainase dengan pembuatan irigasi dan sumur resapan dan perlindungan terhadap kemiringan tanah belum cukup. Mengingat Sleman merupakan kawasan dekat Gunung Merapi juga digunakan perlindungan abu vulkanik, biasanya menggunakan penutup candi (kain atau plastik jumbo) sehingga tidak terjadi erosi batuan lebih parah.


    Tahun 2015 menjadi puncak rekonstruksi ulang terhadap susuan candi yang ambruk dengan mekanika tanah struktur candi induk. Hingga akhirnya tahun 2021 melalui pemugaran pagar candi mencapai kesepakatan bahwa selesai pemugaran terdapat bagian kawasan penyangga, taman bermain museum serba guna, kawasan penerima, perkembangan, kawasan masyarakat, dan zona inti candi.


    Acara yang diselenggarakan Jurusan Ilmu Sejarah ini telah mengedepankan pola berpikir kritis yang menyajikan detail pemahaman akan arsitektur Candi Kedulan.


    “Ya ini kan informasi lebih ditujukan khususnya mahasiswa Ilmu Sejarah sekarang mengenai peninggalan situs candi itu dan menjelaskan pemugaran candi Kedulan” ujar Muhammad Khilmi Shofi, selaku ketua divisi Jaringan Informasi Sejarah saat diwawancarai pada Sabtu (16/03/2022) melalui WhatsApp. Selain itu seminar ini juga membuka wawasan akan kuatnya posisi Yogyakarta yang berjulukan Kota Budaya.


Penulis: Aryo Gesang Srikaton dan Ignatius Senapatya Pandu Jagad Yuswondo

Reporter: Sava Aisyah Putri

Pengulas dan Editor: Enggar Istiyana dan Fajar Wahyu Sejati

Publikasi: Tim Redaksi Sanskerta Online 2022  


*Tulisan ini merupakan bagian  dalam peran Sanskertaonline untuk menjadi wadah pers dari kegiatan Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah 2022 Kabinet Wirasena.

Komentar