Sekilas Hubungan Raja Jawa Dengan Gajah

Oleh: M. Eno Al Ikhsan

Editor: Raihan Risang A.P.



         Gajah adalah mamalia besar dari familia Elephantidae dan ordo Proboscidea. Gajah merupakan hewan herbivora yang dapat ditemui di berbagai habitat seperti sabana, hutan, gurun, dan rawa-rawa. Ternyata mempunyai hubungan khusus dengan para raja Jawa. Ukuran tubuh yang besar, kekuatan yang luar biasa, dan daya tahan hidup yang panjang, membuat gajah menjadi simbol kedigdayaan di daerah Asia Tenggara termasuk di Jawa. Masyarakat Indonesia mengira bahwa gajah hanya ada di Sumatra, tetapi bila di tarik ke masa yang lebih jauh kebelakang, sebelum adanya garis-garis demarkasi pembagian wilayah politis-geografis. Diketahui bahwa sejak masa pliosen, di daerah Jetis Mojokerto, ditemukan tulang belulang Mastodon dan Stegodon (leluhur gajah).


(Fosil Gajah Purba di Sangiran)

        Penggunaan gajah di Asia Tenggara sedikit banyak meniru India. Tentu saja melalui eksen Mahabharata dan Ramayana. Inspirasi dari Mahabharata dan Ramayana membuat gajah di Jawa seringkali difungsikan sebagai kendaraan perang, di samping menjadi hewan peliharaan raja. Dalam Babad Tanah Jawa dan Serat Kandha, di ceritakan suatu ketika Sultan Hadiwijaya melakukan penyerangan terhadap Mataram dengan menunggangi gajah. Babad Pajang juga memberi gambaran saat prajurit Mataram dalam perjalanan menuju pesisir utara Jawa dengan membawa ratusan kuda dan puluhan gajah.


(Gambaran pasukan penunggang gajah dalam manuskrip koleksi Pakualaman. Sumber Ronit: Ricci, 2012, "Thersholds and interpretation of the Thresholds of Change: Paratext in Late 19-th Century Javanese Manuscript)


        Sumber-sumber mencatat pengakuan dari para penjelajah luar negeri yang saat itu datang ke Majapahit. Catatan dari Marignolli terkait dengan gajah, bahwa saat dia datang dan berkunjung ke Majapahit, dia melihat ada sebuah karnaval , di karnaval tersebut para wanita duduk di atas kursi yang diletakkan di punggung gajah, sementara laki-laki menggiring gajah dengan berjalan kaki. Ada juga yang memberi kesaksiannya, dia melihat ketika raja Majapahit melewati jalanan dengan menaiki gajah. Hal ini bisa saja gajah pada waktu itu merupakan kendaraan yang hanya pantas dimiliki oleh seorang raja. Adapaun juga asumsi yang mengatakan bahwa dengan adanya keberadaan gajah di kerajaan menimbulkan perbedaan sikap yang terjadi pada masa Majapahit dan Pasca Majapahit. Di masa Majapahit saat riuhnya peperangan antar kerajaan, gajah difungsikan sebagai kendaraan perang serta untuk mematahkan barisan dan menginjak-injak musuh. Seiring perkembangan zaman, gajah pun semakin sulit didapat. Penggunaan gajah dalam perang juga berakhir ketika meriam sudah ditemukan. Akan tetapi, di era pasca-Majapahit, khususnya masuk era Mataram, gajah hanya sekadar jadi hewan peliharaan dan jarang diikutsertakan dalam perang. Sebab di Jawa perlahan muncul kesadaran untuk menjaga kelangsungan hidup hewan-hewan liar.


(Penumbangan Gajah, sumber: British Library)





Sumber Rujukan:

Elephants & Kings an Environmental History, Thomas Trautman, 2015


Majapahit Revisited: External Evidence on the Geography and Ethnology of East Java in the Majapahit Period https://www.jstor.org/stable/41492117

 



Komentar