Ainu: Korban Konflik Dua Kuasa Besar (Jepang dan Rusia)

Penulis: Irvan Maulana
Editor: Raihan Risang A.P


(Gambar salah satu keluarga Ainu)
     

         Hubungan Jepang dengan Rusia diwarnai ketegangan di awal abad ke-20 ketika Jepang menyerang Rusia dalam perebutan daerah kekuasaan. Konflik ini dikenal sebagai Perang Jepang-Rusia yang berlangsung pada tahun 1904-1905. Konflik ini disebabkan karena Jepang dan Rusia saling memperebutkan wilayah Manchuria dan Semenanjung Korea. Perang ini akhirnya dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Portsmouth dengan Amerika Serikat sebagai penegahnya. Salah satu point dari isi perjanjian ini yaitu “Rusia menyerahkan Port Arthur kepada Jepang, sementara mempertahankan bagian utara Pulau Sakhalin, yang terletak di lepas pantai Pasifik. Rusia juga setuju untuk meninggalkan Manchuria dan mengakui kontrol Jepang atas semenanjung Korea.”


(Karikatur dari Perjanjian Porstmouth)




        Salah satu point dari Perjanjian Portsmouth itulah yang menjadi asal muasal masalah bagi Suku Ainu yang sebagai penduduk asli dari daerah Pulau Sakhalin. Masyarakat Ainu ini juga tersebar di wilayah Pulau Hokkaido dan Kepulauan Kuril yang  ketiganya menjadi daerah yang dipermasalahkan oleh kedua negara ini. Ini terjadi karena wilayah Pulau Sakhalin yang terbagi menjadi 2 wilayah yaitu wilayah Utara menjadi milik Rusia dan wilayah Selatan menjadi milik Jepang. Penduduk Ainu pun dihadapkan kepada 2 pilihan antara memilih menjadi warga negara Jepang atau Rusia dan terpaksa meninggalkan wilayah asal mereka menuju wilayah negara yang mereka pilih.


        Sedikit pembahasan mengenai budaya dan masyarakat Ainu ini. Mereka diperkirakan telah sejak lama mendiami wilayah Pulau Hokkaido dan membentang menuju Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril hingga ada di Semenanjung Kamchatka. Dari segi penampilan para pria Ainu memanjangkan kumis dan janggutnya dan membuatnya terlihat seperti seorang sinterklas, untuk para perempuannya mereka memiliki ciri khusus di bibirnya yang didandani hingga menyerupai senyum ‘Joker’. Secara budaya mereka identik dengan budaya dari orang-orang Pasifik Oceania dan fisik mereka sulit diidentifikasikan antara lebih mirip orang-orang Eropa atau Asia. Mereka masih menganut keyakinan Animisme dan Dinamisme yang menganggap bahwa segala sesuatu yang diluar kendali mereka adalah kuasa yang berasal dari Kamuy (sebutan dewa dalam bahasa Ainu). Dari kepercayaan ini jugalah ikut mempengaruhi tata kehidupan mereka seperti melakukan perburuan, menangkap ikan, hingga menikmati hasil perburuan mereka.


(Gambaran Pria dan Wanita Ainu)



        Orang-orang Ainu yang memilih berada di Rusia akhirnya mendapatkan diskriminasi parah ketika Tsar Nicholas II menganggap Ainu bukan bagian dari etnis yang ada di  Rusia. Orang-orang Ainu ini tidak dianggap sebagai bagian dari masyarakat Rusia, sebab masih dianggap sebagai bagian dari masyarakat atau etnis dari Jepang. Diskriminasi ini terus berlanjut hingga Rusia berubah menjadi Uni Soviet. Orang-orang Ainu ini bahkan dianggap sebagai mata-mata Jepang untuk melakukan aksi spionase dan sabotase militerisme di Rusia ketika masa perang dunia kedua. Perlakuan ini terus berlangsung hingga pada titik dimana mengakui diri mereka sebagai Ainu dianggap tabu, memalukan, bahkan akan mengancam keselamatan mereka selama tinggal di wilayah Rusia. Hingga, pada akhirnya para orang-orang Ainu ini mulai memilih untuk berasimilasi dengan budaya Slavia dengan menggunakan nama keluarga Slavia juga ikut menganut agama Kristen Ortodoks hingga mereka yang tersisa benar-benar mulai meninggalkan budaya dan tradisi lama mereka, sehingga membuat budaya mereka mulai memudar ditengah pusaran sejarah.


        Padahal, di Jepang sendiri. Sejak zaman Restorasi Meiji, ketika masyarakat Jepang mulai datang ke Pulau Hokkaido dan mulai menguasai wilayah-wilayah pesisir dan membuat penduduk Ainu terdesak dan berpindah menuju wilayah pegunungan. Ini menjadi awal persekusi yang dilakukan penguasa Jepang terhadap orang-orang Ainu. Ini diperparah ketika mereka akhirnya secara perlahan disuruh untuk berasimilasi dengan kebudayaan Jepang mulai dari nama, bahasa, bahkan tradisi. Akibatnya para warga Ainu ini mulai kehilangan jati diri mereka. Bahkan para keturunan Ainu muda ini tidak mengetahui asal-usul mereka, karena memang tidak diberitahu oleh orang tua mereka. Ini sugguh berbeda dengan anggapan Rusia ketika Ainu dianggap sebagai bagian dari Jepang.


        Hingga pada akhirnya pemerintah Jepang mulai meringankan perlakukan diskriminatif kepada Ainu, bahkan mengembangkan dan mengenalkan kebudayaan Ainu kepada masyarakat Jepang juga dunia. Upaya ini dilakukan dengan mulai mendirikan pusat kebudayaan Ainu di Sapporo yang berhasil menarik wisatawan yang ingin lebih tahu mengenai budaya Ainu mulai dari kehidupan mereka hingga tradisi dan upacara adat Ainu. Ada juga anime “Golden Kamuy” yang bercerita tentang Ainu (Tulisan tentang anime Golden Kamuy). Berbeda dengan di Jepang, para Ainu di Rusia pasca Uni Soviet masih kesulitan ketika ingin menunjukkan jati diri mereka sebagai Ainu di hadapan hukum, sebab pengadilan disana masih belum mengakui Ainu sebagai sebagai etnis bagian dari Rusia. Ini membuat masyarakat Ainu disana mengalami kesulitan dalam berburu hewan, sebab tidak memiliki payung hukum dan dianggap sebagai perburuan ilegal. Para Ainu Rusia ini akhirnya harus pergi lintas negara terlebih dahulu ketika ingin mengetahui jati diri nenek moyang mereka.

Komentar