Bakso Tusuk Kopma Andalan Mahasiswa UNY

Oleh: Azizatul Hafidah
Editor: Rachmad Ganta Semendawai


Siapa yang tidak kenal makanan yang satu ini? Olahan daging bulat kenyal, disiram kuah gurih. Pasti semua kenal dengan makanan ini, “bakso” namanya. Khusus di Indonesia, ada beberapa daerah yang terkenal dengan makanan ikonik bakso dan sering disebut sebagai makanan khas daerah, salah satunya Malang dan Wonogiri. Tentu sudah tidak asing lagi Malang dan Wonogiri sebagai daerah yang memiliki ciri khusus atau bumbu khusus dalam mengelola bakso. Awal mula bakso yang ada di Indonesia saat ini diperkenalkan oleh pedagang Cina yang menetap. Namun, sejarah bakso di Indonesia mengalami perubahan pada resep asli. Dimana penggunaan daging babi diganti dengan daging sapi. Begitu juga dengan bumbu yang menggunakan rempah-rempah yang sesuai dengan lidah orang Indonesia. Namun, apapun ciri dan bumbunya, bakso tetap bakso yang menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia.

Jika kamu seorang penggemar olahan bakso, tapi tidak memiliki bujet lebih atau sedang terjepit akhir bulan, kamu harus coba bakso yang satu ini. Bakso tusuk Sumber Rejeki namanya. Bakso yang mulai berjualan setiap jam setengah tiga sore ini menjadi tempat rekomendasi bagi penyuka bakso, khususnya mahasiswa UNY yang sering melewati Koperasi Mahasiswa (Kopma). Karena bakso tusuk Sumber Rejeki ini disebut-sebut sebagai bakso tusuk andalannya anak UNY dalam satu postingan instagram @Jogjafoodhunter (09/04/2019).

Ketika saya temui di pojok pertigaan Kopma UNY, Samidi (50), tengah sibuk melayani pembeli yang tidak henti berdatangan. Dengan mengenakan kaos oblong dan celana kain berwarna hitam, tangannya terlihat sangat cekatan dalam membungkus bakso dan mencampurkan sayur serta sambal. Samidi berjualan keliling menggunakan sepeda motor dengan gerobak di bagian belakang.

Dalam sela-sela melayani pembeli, Samidi menceritakan awal mula dirinya terjun dalam usaha yang sudah ia mulai sejak 6 tahun lebih. Sebelum berjualan bakso tusuk ia membuka usaha katering di Jakarta. Hal ini ia lakoni selama menjadi perantau di Ibukota. Hingga suatu ketika, orangtuanya yang berada di kampung jatuh sakit. Berharap kepulangannya menjadi obat bagi orangtuanya, Samidi pun merawat orang yang telah membesarkannya. Namun, ternyata Tuhan memiliki kehendak yang berbeda, orangtua Samidi meninggal dunia. “Saya merawat orangtua saya yang sakit, setelah sudah tidak ada, pulang ke Rahmatullah. Saya mencoba usaha ini.” Ujar Samidi.

Setelah orangtuanya meninggal, Samidi merantau di Yogyakarta dan berjualan bakso tusuk keliling. Alasannya karena usaha katering yang ada di Jakarta sudah lama ia tinggalkan. Selain itu membuat bakso merupakan keahliannya, dari pada ia harus memulai lagi dari awal, Samidi beralih untuk membuka usaha bakso tusuk di Yogyakarta.
 
Samidi merupakan orang asli dari Tulaan, Sendang, Sine, Ngawi, Jawa Timur, di Yogyakarta, ia menyewa kontrakan di Jl. Rajawali, Padukuhan Pring Wulung. Ia tinggal berdua dengan anak laki-lakinya Wahyu Dwi Kuncoro (21). Dibantu putra bungsunya, Samidi menyiapkan dan menjual bakso. Sayangnya ketika saya datangi (04/07/2019), Samidi hanya berdagang sendiri karena anaknya masih di kampung untuk liburan.
 
Sambil menunggu Samidi ketika pembeli kembali berdatangan saya memesan satu bungkus bakso tusuk. Setelah menunggu cukup lama karena memang antrean pembeli yang banyak, bakso tusuk pesanan saya sudah jadi. Duduk di pinggiran trotoar tidak menyurutkan keinginan saya untuk menyantapnya segera. Tanpa ragu segera saya menjajal makanan yang berada di tangan saya, padahal bakso masih sangat panas dengan kepulan sedikit uap. Bakso yang empuk dan kenyal disertai dengan kuah yang sangat gurih kaya dengan rempah-rempah cukup memanjakan lidah saya. Ditambah bumbu yang meresap pada bakso membuat saya semakin lahap memakannya.
 
Harga dari bakso tusuk ini juga sangat terjangkau tidak akan membuat kantong terkuras. Dengan uang Rp. 500,00 saya sudah bisa mendapatkan satu butir bakso, sehingga untuk membeli, Samidi membebaskan pelanggannya. Dengan harganya yang terjangkau, apa lagi bagi mahasiswa yang sedang terjerat krisis akhir bulan, jajan ini bisa menjadi alternatif.
 
Bakso tusuk buatan Samidi ini, tidak pernah sepi akan pembeli, sehingga tidak mengherankan lagi jika jualannya selalu habis setiap hari. “Iya Alhamdulillah, kita syukurin aja yang penting kan lakunya Mbak, namanya juga rejeki.” Ungkap Samidi sembari tertawa kecil. Ia mengaku tidak pernah menghitung berapa banyak jumlah bakso yang dibuat, baginya yang penting adalah bisa habis terjual.
 
Meskipun jualannya laku keras bukan berarti ia lepas dari hambatan, tentu saja banyak rintangan yang menghalangi. Samidi mengaku sering dijahili pedagang lain yang iri dan hasut padanya, karena jualannya lebih laku. Selain itu, rasa lelah dan letih sering kali ia rasakan, namun baginya kerja keras dan letihnya terbayar ketika melihat kepuasan di wajah para pembeli yang menyukai masakannya. Menurutnya, berjualan bakso tusuk tidak hanya untuk mencari keuntungan belaka, namun merupakan kepuasan hati tersendiri jika melihat orang-orang menikmati hasil masakannya.

Samidi, penjual bakso tusuk "sumber rejeki" tenah membungkus bakso pesanan pembeli (8/9/2019)

Berbagai alasan dilontarkan oleh para pembeli yang rela mengantre untuk membeli bakso tusuk. Salah satunya Atina Barokatin (18), seorang mahasiswi Fakultas Bahasa dan Seni UNY angkatan 2018. “Karena harganya terjangkau dan tempatnya yang dekat dengan kos. Selain itu, bakso tusuk sumber rejeki ini sangat enak dan porsinya cukup banyak. Pas di kantong mahasiswa.”  Tuturnya (06/07/2019), di tengah kesibukan mengurus PKKMB jurusan Sastra Indonesia sebagai Kesekretariatan (KSK). Atina juga menerangkan bahwa awalnya ia hanya iseng untuk mampir karena melihat ramainya antrean pembeli. Namun, setelah ia merasakan gurihnya rempah-rempah kuah bakso racikan Samidi, ia jadi lebih sering membeli bakso tusuk ini sebagai jajanan pengganjal perut.
 
Jajanan ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat dan mahasiswa yang sering melewati pertigaan kopma UNY. Faktanya, di akun media sosial Instagram terdapat tagar “#baksotusuksumberrejeki”, selain itu akun @Jogjafoodhunter dan @Gembulfoodie yang merupakan akun kuliner Jogja pernah menjajal dan merekomendasikan makanan yang satu ini.
 
Walaupun letaknya yang berada di lingkungan kampus, bakso tusuk sumber rejeki juga tidak asing bagi masyarakat luar. Salah satunya Nur Hamida (19), seorang guru TPA Masjid Shuhada yang tinggal di Jl. Ori 1 Papringan, Caturtunnggal, Depok, Sleman. Hamida bercerita pengalaman saat pertama kali membeli bakso tusuk sumber rejeki. “Pertama kali pas beli bakso itu aku di ajak temenku, karena lapar dan lagi malas makan nasi jadi aku mau, karena bakso termasuk dalam makanan kesukaanku, kemanapun aku pergi yang pertama kali aku cari ya bakso, ketika disitu makanannya belum aku kenali. Terus aku beli aja, dan ternyata enak, rasa baksonya kerasa, ada rasa tetelan daging gitu, eh habis itu keterusan sukanya.” Ujar Hamida melalui pesan WhatsApp saat dikonfirmasi lebih lanjut, Minggu (28/07/2019).
 
Bakso tusuk ini sudah berjualan selama 6 tahun dan dalam waktu itu banyak mengalami asam garam yang dirasakan, tapi Samidi tidak lantas menyerah dan berhenti bekerja. Ia tetap melanjutkan berjualan setiap harinya. Ia terus bersyukur dengan begitu besarnya berkah yang Tuhan berikan padanya, tidak peduli besar kecilnya, yang penting baginya adalah terus maju dan tidak pernah menyerah. Bahkan ia mengaku tidak mau membuka kios meskipun ia sudah mempunyai banyak pelanggan. Ini semua membuktikan bahwa dalam berdagang memerlukan usaha dan tekad baja agar dapat berhasil. Tidak hanya serta merta untuk memperoleh keuntungan saja, tetapi juga kepuasan batin karena membahagiakan orang lain.


Komentar

  1. Benar sekali.. bakso tusuk ini langgananku selama kuliah di jogja.. sampai saat ini jadi satu"nya bakso tusuk paling enak yg pernah aku makan.. kangen mau lagi bakso tusuk pak samidi.. semoga bisa ke jogja lagi.

    BalasHapus

Posting Komentar