Charlie Chaplin: Si Raja Komedian Era Hitam-Putih

Oleh:  Fachrul Muhammad
Editor: Rachmad Ganta Semendawai

Demikianlah kata-kata dari seorang pelawak tersohor, yang hingga saat ini namanya disebut sebagai “Legendary of Comedian Silent Film”, tidak ada yang membantah sebutan tersebut. Jenakanya bukan karena kata-kata humor dari mulutnya yang sering dilakukan oleh komedian masa kini, ia berbeda. Bermodalkan kumis nyentrik seperti Adolf Hitler dan gerak-gerik yang menjadi ciri khasnya dalam mengundang gelak tawa para penonton. Ia berhasil mengukir namanya dalam sejarah dunia perfilman.

Karya dari Chaplin sangat terkenal pada masa perfilman era hitam-putih, dimana era itu disebut era silent film. Ketika awal abad 20, perfilman hanya mengandalkan susunan gerak dari aktornya dalam bentuk visual tanpa ada audio, saat itulah Chaplin muncul dengan kejenakaannya menghibur seluruh penonton. Film-film humor yang ada Chaplin didalamnya selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Hingga ia dikenang sebagai komedian terbesar dunia dan menjadi salah satu bintang Hollywood yang memiliki kekayaan tertinggi.

Chaplin lahir pada 16 April 1889 di London, Inggris, dengan nama lengkap Charlie Spencer Chaplin. Lahir dari orang tua yang sama-sama seorang entertainer, Ayah Chaplin merupakan aktor dipanggung kesenian London. Ibunya, Hannah Chaplin, adalah seorang penyanyi yang juga aktris dengan nama panggung Lily Harley. Tidak mengherankan, Chaplin sangat “Jago” berakting karena bakat seni yang mengalir di dalam dirinya.

Akan tetapi, awal perjalanan hidup dan kariernya tidak semulus yang dibayangkan. Kehidupan amat berat dilalui oleh Chaplin sampai mampu mencapai titik kesuksesan, hingga dikenal sebagai komedian terbesar oleh dunia. Ayah Chaplin meninggal saat Chaplin masih balita. Sepeninggalan ayahnya, Chaplin diasuh oleh ibunya seorang diri yang juga mengasuh Sydney Chaplin, saudari kandung dari Ayah yang berbeda. Namun, Ibu Chaplin menderita penyakit Skizofrenia dan harus masuk ke rumah sakit jiwa, hingga akhirnya meninggalkan Chaplin yang masih remaja untuk selamanya. 

Nasib buruk tak dapat ditolak, Chaplin bersama saudari tirinya, Sydney Chaplin terpaksa tinggal di rumah penampungan orang miskin. Sejak tinggal di tempat penampungan tersebut, Chaplin bekerja untuk uang imbalan tempat tinggal dan makan. Setelah tinggal beberapa waktu di rumah penampungan, Chaplin di pindahkan ke asrama anak terlantar bernama Central London District di Hanwell.

Agar dapat bertahan hidup, kakak-beradik Chaplin melakukan pertunjukkan komedi dijalanan kota London. Salah satu dari mereka akan menyodorkan topi guna mengumpulkan uang dari orang yang menyaksikan pertunjukkan mereka. Masa kecil penuh penderitaan nan malang ini, berpengaruh besar membentuk pribadi Chaplin memerankan karakternya dan film yang akan ia garap sendiri.

Chaplin pertama kali naik panggung dengan mendapat bayaran pada tahun 1897, ketika bergabung dengan kelompok penari bernama The Eigth Lanchasire Lads--rombongan penari anak-anak. Sebenarnya Chaplin sudah naik keatas panggung pada tahun 1894, saat berusia 5 tahun. Ketika itu ibunya, Hannah tiba-tiba kehilangan suaranya, kala bernyanyi disebuah teater di daerah Aldershot. Chaplin saat itu diminta oleh produser menggantikan ibunya, secara mendadak dan tanpa persiapan. Ia dengan berani mengambil alih peran ibunya, tanpa rasa takut Chaplin naik ke atas panggung dan bernyanyi. Aksinya di atas panggung tersebut malah disambut meriah oleh penonton dan mendapat sorotan sejak saat itu. Akan tetapi, Chaplin tidak lagi tampil karena dianggap mempekerjakan anak di bawah umur.  

Berkat usaha Sydney, Chaplin mendapatkan peran akting pertamanya di Britannia. Kala itu Chaplin berusia 11 tahun, ia berperan sebagai kucing jenaka dalam pantomin Cinderrela di London Hippodrome. Di tahun 1903, Chaplin mendapatkan peran di serial “Sherlock Holmes” sebagai bocah pengantar koran, peran tersebut dijalani selama 3 tahun hingga tahun 1906. Pintu kesuksesan mulai terlihat, ketika ia bergabung dengan kelompok pantomim bernama Fred Karno di tahun 1908, saat ia berusia 19 tahun. Fred Karno mengantarkan Chaplin ke Amerika, Chaplin mengikuti tur pertujukkan keliling Karno dari tahun 1909 sampai 1912. Sempat pulang ke tanah Inggris, 5 bulan kemudian Chaplin kembali ke Amerika.

Sekembalinya Chaplin ke Amerika, ia ditawari peran dan sebuah kontrak untuk film komedi besutan Keystone Film, oleh seorang Produser bernama Mack Sennet. Mack terkesima dengan penampilan Chaplin saat ia mengikuti pertujukkan keliling Fred Karno. Peran sebagai Marcenary Dandy di film berjudul “Making a Living” merupakan peran pertamanya yang ia terima. Saat itu Chaplin harus mengimprovisasi sendiri penampilannya. Ia pun memilih sebuah celana besar, jaket kecil, dan sepatu floppy, hingga ia menambah kumis kotak, serta sebuah tongkat untuk melengkapi penampilannya. Setelan tersebut akhirnya melekat sebagai sesuatu kekhasan dari seorang Chaplin. Kesuksesan mulai tampak ketika film tersebut diminati masyarakat. Hingga pada tahun 1914, ia ditawari peran yang lebih signifikan.

Film-film awal Chaplin diproduksi pada tahun 1914 di Keystone Studios yang merupakan tempat Chaplin belajar teknik pembuatan film. Tempat itu sekaligus mengembangkan karakter Tramp. Chaplin pertama kali memperkenalkan karakter Tramp kepada publik melalui film keduanya, “Kid Auto Races at Venice” yang diedarkan 7 Februari 1914 dan film ketiganya “Mabel’s Strange Predicament” pada 9 Januari 1914.

Diakhir kontrak dengan Keystone, Chaplin sudah bisa menyutradarai dan menyunting sendiri film-film pendek yang dibuatnya. Film-film tersebut ternyata sukses besar. Pada tahun 1915, Chaplin menyetujui kontrak satu tahun dengan studio Essanay. Setelah itu, kontrak bernilai besar untuk selusin film komedi tipe dua reel disepakati Chaplin dengan studio Mutual Film pada tahun 1916. Studio memberinya kebebasan artistik yang nyaris tanpa batas. Dalam  jangka waktu 18 bulan, Chaplin berhasil menyelesaikan 12 judul film. Film-film ini nantinya berhasil menjadi film komedi klasik dan tetap masih bisa menghibur hingga sekarang.

Pada tahun 1919, Chaplin mendirikan distributor film United Artists (UA) bersama-sama Mary Pickford, Douglas Fairbanks, dan D. W. Griffith. Mereka berempat berusaha melepaskan diri dari sistem monopoli yang dipegang mafia film dan pemilik modal besar di Hollywood. Usaha ini berhasil dan kemandirian Chaplin sebagai pembuat film tetap terjamin berkat adanya kendali penuh atas film yang diproduksi di studio milik sendiri. Nama Chaplin terus tercatat sebagai anggota dewan direktur UA hingga di awal tahun 1950-an. Seluruh film Chaplin yang diedarkan United Artists tidak jauh berbeda dengan gaya film lain, era itu. Dimulai dari A Woman of Paris (1923), diikuti film The Gold Rush (1925) yang nantinya menjadi klasik, dan diakhiri dengan The Circus (1928).

Film-film bisu yang hingga sekarang dianggap sebagai karya terbesarnya, City Lights (1931) dan Modern Times (1936) justru dibuat Chaplin ketika dunia sinema sudah mengenal film bersuara. Pada kedua film tersebut, Chaplin mengerjakan sendiri efek suara dan ilustrasi musik. Film City Lights mungkin berisi keseimbangan sempurna antara komedi dan sentimental ala Chaplin. Adegan terakhir film City Lights dipuji kritikus James Agee yang berkomentar di majalah Life tahun 1949 sebagai: “Sepotong akting paling hebat yang pernah direkam seluloid”. Film bersuara karya Chaplin yang dibuat di Hollywood adalah: The Great Dictator (1940), Monsieur Verdoux (1947), dan Limelight (1952).

Walaupun sutradara lain sudah beralih pada film bersuara, Chaplin bertahan untuk tidak ikut-ikutan. Film bersuara sudah dikenal sejak tahun 1927, tapi Chaplin terus bertahan dengan film-film bisu selama dekade 1930-an. Film besutannya berjudul Modern Times (1936) adalah film bisu, tapi memperdengarkan dialog yang keluar dari benda-benda mati, seperti radio atau pesawat televisi. Chaplin memang sengaja membuatnya seperti itu, untuk membantu penonton film pada tahun 1930-an yang tidak lagi terbiasa melihat film bisu. Film Modern Times sekaligus film pertama yang memperdengarkan suara Chaplin (pada lagu yang dipasang di akhir film). Walaupun demikian, film ini masih dianggap film bisu oleh sebagian penonton, sekaligus akhir dari era film bisu karya Chaplin.

Komentar