Illustrasi: Eka Widyaningsih |
Ketika lonceng revolusi berdentang
Yang ada bukan hanya manis kemenangan berbalut haru biru
Juga bukan hanya tentang sekumpulan patriot melawan arus ombak merah
Revolusi juga tentang penduduk desa bersuara miring
Ketika air mata menggumpal menjadi darah menakutkan
Ketika lonceng revolusi makin berdentang
Hantu-hantu turun kebumi dan mengaku sebagai pendamba kebebasan
Melahirkan sebuah dunia baru dalam genggaman tukang jagal
Yang mabuk kebangsaan sampai lupa dimana letak kemanusiaan
Hingga membabi buta seperti sebuah romansa gila
Dan ketika lonceng revolusi telah berhenti
Kita tersadar bahwa revolusi tak selamanya wangi dan megah
Revolusi juga halnya gang sempit yang bau, berlumpur, bahkan penuh bangkai
Dan yang terpenting, atas dasar kebebasan kita meninggalkan kemanusiaan
-Stefanus Cagar Manusakerti-
*Tulisan ini telah diterbitkan di Buletin Sanskerta Edisi PKKMB 2019
Komentar
Posting Komentar