Lembar Panas Gejolak Revolusi Tidore

Oleh: Ainy Mustagfirah
Editor: Agus Widi


Pada tahun 1780, VOC menuduh Tidore dan Bacan melakukan penyelundupan dengan bantuan perompak di Mindanao. Sultan Jamaluddin mencoba melakukan perlawanan dengan membangkang perintah-perintah Kompeni, tetapi akibatnya sangat gawat. Kompeni mencopot Jamaluddin dari takhta Tidore dan menggantikannya dengan Pata Alam. Meskipun sebelumnya (1779), Jamaluddin dan para bobatonya telah mengumumkan pengakuan atas kedaulatan Kompeni.

Setelah diturunkan dari singgasananya, Jamaluddin beserta keluarganya ditangkap pada 2 Juli 1780. Ia diasingkan ke Batavia, kemudian dipindahkan ke Sri Lanka dan meninggal di sana. Pada 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vassal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya : Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Misool, Waiguna, Waigeu, negeri-negeri di daratan Papua, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matara, dan sebagainya.

Pada tahun 1780, Nuku memproklamasikan dirinya sebagai Sultan Tidore dan menyatakan kesultanannya sebagai sebuah negara merdeka yang lepas dari kekuasaan Kompeni Belanda. Kesultanan Tidore yang dimaksudkannya meliputi seluruh wilayah Tidore yang utuh, termasuk Makian dan Kayoa, disamping Halmahera Tengah dan Timur, kepulauan Raja Ampat dan Papua daratan, seluruh Seram Timur, pulau-pulau Keffing, Geser, Seram Laut, pulau-pulau Garang, Watubela, serta Tor.

Pada 1783, Pata Alam menjalankan strategi untuk meraih loyalitas raja-raja Papua. Akan tetapi, menemui kegagalan total karena para utusan dengan pasukan mereka membalik ke pihak Nuku. Van Djik dibunuh dan semua alat senjata dirampas. Diperkuat dengan pasukan yang membalik itu, Nuku mulai mengadakan serangan terhadap Ternate dan Tidore.

Campur tangan Kompeni yang terlalu jauh terhadap urusan internal Kesultanan Tidore ini tidak disenangi Kaicil Nuku dan rakyat. Hasilnya memuncak pada penyerangan rakyat ke istana Sultan Pata Alam pada 1783. Dimata Kompeni hal itu mencurigakan dan Pata Alam dituduh telah bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam akhirnya dicopot VOC dari takhta Kesultanan Tidore yang kemudian ditangkap dan diasingkan ke Jawa.

Pada masa ini Maluku mempunyai kehidupan ekonomi yang beragam. Dari bidang pertanian, penduduk sudah mulai membuka hutan untuk mengusahakan perladangan dan kebun yang dapat ditanami cengkih dan pala. Tanaman tersebut pada mulanya adalah tanaman liar yang tumbuh di hutan. Sekarang sudah mulai di usahakan dalam bentuk perkebunan. Usaha penduduk ini mula-mula dapat dijumpai di Maluku Utara sebagai daerah penghasil tanaman cengkih. 

Kemudian dibidang perdagangan sudah dapat peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari perdagangan yang melakukan penukaran barang-barang keperluan hidup sehari-hari ke perdagangan yang bersifat kapitalistis. Perdagangan yang kapitalistis ini menurut Dr.J.C.Van Leur, sudah terdapat di kepulauan Indonesia sejak dahulu dan merupakan bagian daripada perdagangan Asia Purba. Dibidang kerajinan/perindustrian, penduduk sudah mengusahakan kerajinan anyaman-anyaman, pembuatan bahan-bahan tembikar dan kerajinan tekstil.

Kehidupan Seni Budaya yang sudah dimiliki masyarakat sejak dulu, dengan masuknya pengaruh-pengaruh kebudayaan Islam dan Eropa juga mengalami perkembangan. Di daerah Maluku Utara, pengaruh keraton yang sangat dirasakan dalam lapangan kesenian seperti seni tari, seni bangunan, dan kependidikan keagamaan. Dalam seni tari nampak adanya variasi-variasi dalam gerak dan cara berpakaian. Sebagai contoh tari ronggeng misalnya. Ronggeng adalah jenis tarian yang memperlihatkan susunan keindahan gerak badan terutama lengan tangan tanpa memakai bantuan benda lain. 

Dalam seni bangunan nampak pula kemajuan, terutama dalam seni hias. Kalau dahulu yang dipentingkan adalah kekuatan dari suatu bangunan, sekarang dipentingkan juga keindahannya, seperti penambahan ukiran-ukiran pada tiang rumah. Seni rupa pada bangunan Keraton dan Masjid menjadi contohnya. Dalam bidang pendidikan, peranan dimainkan pula oleh pengaruh-pengaruh agama Islam dan Kristen. Pada fase permulaan pendidikan dalam masyarakat lebih banyak bersifat pendidikan agama, terutama pada Keraton, Madrasah, dan Gereja.

Asal muasal pencopotan Pata Alam berawal dari terdengarnya suatu berita. Kabar tersebut sampai pada Kompeni, bahwa seorang bernama Haji Umar bekerja sama dengan Iranum-seorang warga Mindanao dan Sulu yang menjadi kepala penyelundup dan perompak yang beroperasi di perairan Maluku, Sulawesi, sampai ke Ambon, dan daerah-daerah Maluku Tengah lainnya. Iranum sering terlihat di Tidore.

Kompeni juga memperoleh informasi bahwa ada 190 perahu Mindanao dan Sulu dibawah pimpinan Iranum beroprasi di Maba. Dimana terdapat kerjasama dengan Haji Umar untuk menyelundupkan rempah-rempah. Bagi Kompeni, tindakan penyelundupan rempah-rempah merupakan dosa tak berampun. Itulah sebabnya, ketika Haji Umar tertangkap, ia dijatuhi hukuman mati dalam usia cukup lanjut. Keterlibatan Tidore dalam hal ini menurut Kompeni, terlihat jelas karena tidak ada upaya serius untuk memberantas penyelundupan. Konsekuensinya, Pata Alam diturunkan dari Takhtanya.

Menurut adat istiadat Tidore, Pata Alam tidak berhak menjabat sebagai Sultan Tidore, karena hanya merupakan keturunan Raja Muda, bukan Sultan. Nuku menentang kebijakan penobatan Pata Alam sebagai Sultan Tidore, karena merasa paling berhak atas takhta Tidore. Beberapa pekan sebelum pelantikan Pata Alam, Nuku meloloskan diri ke luar Tidore dan pergi ke Patani untuk mengorganisasikan sebuah pemberontakan melawan Kompeni dan Sultan Tidore.

Sultan Nuku yang berhasil meloloskan diri dari Tidore menjelang penobatan Pata Alam, kemudian mendirikan markas besar perlawananya diantara Patani dan Weda. Ia mengirim pembantu-pembantunya ke Maba, Seram Timur, kepulauan Raja Ampat, serta Papua untuk mencari dukungan. Kepada para pembantunya, Nuku mengintruksikan agar mengontak orang Spanyol dan Inggris jika bertemu di perairan Maluku untuk membantunya melikuidasi kekuasaan Kompeni. Kemudian Nuku diangkat sebagai raja di Papua dan Seram Timur untuk menghidupkan kembali kerajaan Jailolo.


Sumber:

Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium sampai Imperium, Yogyakarta : Gramedia. 2014

Adnan Amal M., Kepulauan Rempah-Rempah : Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Jakarta : Gora Pustaka Indonesia. 2007

Pattikayhatu. J. A., Sejarah Daerah Maluku. Yogyakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993

Ricklefs, M. C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Terj. Satrio Wahono dkk. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. 2005

Muridan Widjojo, Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya di Maluku Papua Sekitar 1780-1810, Yogyakarta : Komunitas Bambu. 2013

Komentar