Oleh: Stefanus Cagar Manusakerti
Editor: Rachmad Ganta Semendawai
Editor: Rachmad Ganta Semendawai
Ilustrasi: Stefanus Cagar Manusakerti |
“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”– Pramoedya Ananta Toer
Apakah teman, keluarga, tetangga, atau pacar kalian membaca sastra? Sebelum pertanyaan itu kalian jawab, mungkin kita terlebih dahulu dapat melihat realita minat masyarakat Indonesia terhadap sastra. Tidak usahlah kita memerlukan data-data ilmiah dari berbagai macam penelitian. Hal ini dapat kita lihat langsung dalam keseharian kita. Misal saja di lingkungan keluarga, berapa keluarga Indonesia yang masih menyimpan buku-buku sastra dengan rapi atau lebih hematnya lagi, apakah di rumah kalian terdapat buku-buku sastra barang sebuah? Sastra bukan hanya sekadar sebuah tulisan yang dirangkai dengan diksi-diksi indah yang memikat. Sastra sendiri mampu mengungkapkan banyak sekali hal dalam kehidupan kita.
Walaupun sastra dibuahi oleh daya imaji sang penulis, namun tentunya imaji tersebut tidak berangkat dari ruang kosong. Hal itu terbentuk dari pengalaman, pelajaran, dan pengamatan tentang kehidupan yang kemudian dituliskan oleh sang penulis kedalam bentuk fiksi. Dunia sendiri menganggap sastra sebagai alat ukur peradaban sebuah bangsa. Sastra ibarat parang yang mampu memangkas perdu yang menutupi jalan sebuah peradaban. Sepenting itulah kiranya dunia memandang sastra.
Satu bentuk sastra yang mampu dijadikan gambaran akan pentingnya sastra ialah novel. Novel yang ditulis oleh sastrawan mampu membuat setiap orang yang membaca mengetahui watak dan jati diri manusia secara lebih terbuka dan apa adanya. Di dalamnya kita dapat menemukan sebuah cita-cita, romansa, kebebasan, persahabatan, pengkhianatan, darah, keringat, dan lain sebagainya. Kita harus akui bahwa kita tidak dapat menemukan semua hal itu sekaligus dalam bacaan lain semacam buku antropologi, seni, politik, maupun buku-buku filsafat. Dalam novel, kita mampu mengetahui perihal kemanusiaan secara lebih kompleks.
Sama halnya dengan novel, puisi sebagai salah satu jenis karya sastra juga sama pentingnya. Sedikit berbeda dengan novel, puisi terkadang lebih spontan, dan menonjolkan keluwesan bahasanya. Bahasa dalam puisi ibarat seorang gadis penari yang lincah, indah, dan memikat. Namun, dibanding dengan novel, jumlah peminat puisi lebih sedikit. Perlunya pemahaman yang lebih terhadap kandungan puisi menjadi penyebab mengapa jumlah peminat puisi hanya segelintir.
Disamping novel dan puisi, masih banyak lagi jenis karya sastra seperti cerpen, cerbung, syair, gurindam, dan lain sebagainya yang mana setiap jenis karya sastra tersebut memiliki ruhnya masih-masing. Hingga sampai saat ini sastra masih terus hadir sembari mengikuti perputaran kehidupan manusia yang makin masa makin mengalami perkembangan secara bertahap.
Melalui gambaran tersebut maka dapatlah kita melihat bahwa ada banyak yang dapat kita peroleh dari membaca sebuah karya sasta. Karya sastra yang telah dibaca mampu memberikan sebuah pembelajaran yang dapat diterapkan oleh pembaca dalam kehidupannya. Disamping itu, pesan yang terkandung dalam sebuah karya sastra juga mampu dijadikan sebagai petuah dalam menjalani hidup. Dapat juga menjadi acuan guna mengatasi permasalahan yang acap kali datang untuk singgah dalam hidup. Hal tersebut mungkin saja terjadi apabila permasalahan yang kita alami sama dengan konflik yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
Terkadang karya sastra mampu menyentak nalar kita tanpa harus terkesan menggurui. Sehingga pembaca yang sedang menikmati suatu karya sastra mampu mengambil pembelajaran di alam suatu karya sastra dengan baik, tanpa ada tendensi apapun dan mampu memahami inti sari karya tersebut dengan baik.
Membaca sastra juga tidak melulu tentang sebuah pembelajaran akan nilai-nilai kemanusiaan atau kehidupan. Sastra juga dapat menjadi sarana hiburan bagi kita yang mungkin merasakan kepenatan. Sastra bisa menjadi tempat pelarian yang patut dicoba. Sastra mampu membuat kita tertawa lepas, tersedu, mengumpat (apabila alur tidak sesuai dengan imaji pembaca dan biasanya seperti itu yang terjadi), atau mungkin bahkan merasakan jatuh cinta. Sebab sejatinya, sastra memang bukanlah jenis bacaan yang hanya habis setelah kalian baca.
Maka seperti halnya seorang kekasih yang mencumbu pasangan yang ia cintai, maka begitu pulalah seharusnya kita dengan sastra. Andaikan saja bahwa sastra adalah seorang kekasih yang sangat anda cintai dalam hidup Anda. Sebab ada begitu banyak hal yang bisa kita dapatkan hanya dari membaca sebuah karya sastra. Maka jika kalian orang yang pandai, janganlah lepaskan kekasih Anda yang begitu banyak memberikan hal baik bagi Anda. Cumbulah ia seerat mungkin dan selama mungkin. Jangan campakkan dia, karena kekasih yang seperti itu hanya akan datang satu kali dalam hidup.
Komentar
Posting Komentar