Bedah Buku HMIS: Orang Indonesia Mempunyai Naluri Kekejaman yang Luar Biasa Ketika Terjadi Konflik



YOGYAKARTA - Penulis buku “Suara Perempuan Korban Tragedi ‘65”, Ita Fatia Nadia angkat bicara soal kekejaman Tragedi ’65. Menurutnya orang Indonesia bukanlah orang yang ramah bak yang dicitrakan, terlebih kala kondisi negara bergejolak. Perempuan ini menganggap saat terjadi konflik, kebiadaban terhadap perempuan pun akan turut membuncah.

Lebih jauh, mantan direktur Kalyanamitra ini berpendapat bila kekejaman kala Tragedi '65 tidak diungkap secara benar, maka keganasan terhadap wanita akan terus terulang. “Kita harus terus menerus menyuarakan tentang kebenaran dan keadilan untuk perempuan. Karena keadilan yang sekarang disuarakan adalah keadilan dari perspektif partriarki.”

Demikian ucapnya kala bertutur dalam bedah buku “Suara Perempuan Korban Tragedi ’65” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, Rabu (24/4/2019) di Ruang Cut Nyak Dien, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

Dari wawancara langsung yang ia lakukan, Ita Fatia berkisah mengenai salah satu korban yg dirusak vaginanya oleh militer. Lebih-lebih, aktivis feminis ini juga membantah narasi tarian harum bunga yang baginya hanya omong kosong belaka. Dalam serangkaian diskusi tersebut, Bu Ita dengan sangat fasih nan emosional menarasikan banyaknya kekejaman dahsyat terhadap korban.

Pujian pun datang dari salah satu audiens yang turut hadir. “Sangat bagus, ramai, pemaparannya sangat jelas, dan pematerinya memang ahli. Acara ini menarik untuk didatangi karena Bu Ita, karena nama besarnya.” ujar Tegar Ristianto (Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2018). Ristianto juga tidak mempermasalahkan persoalan teknis, baginya secara keseluruhan acara tersebut cukup baik.

Sayangnya, acara tersebut sempat dinodai keterlambatan dari jadwal yang dicanangkan. Demikianlah pembukaan yang dijadwalkan pukul 18:30 akhirnya dimulai pukul 19.10 WIB. Hal tersebut turut disayangkan Aulia Lupintadini, Ketua Pelaksana Bedah Buku HMIS 2019. Ia berharap keterlambatan seperti ini tidak terulang lagi. “Saya juga menyayangkan sekali (acara ini-red) agak telat. Saya juga tidak enak sama pembicaranya yang ontime. Sedangkan audiensnya molor sekali.”

Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 52 peserta ini, mendatangkan dua pemateri sekaligus, yakni Ita Fatia Nadia sendiri sebagai penulis buku dan Tedy Hernawan (Mahasiswa Pascasarjana UGM). Saat jalannya acara, sempat terjadi peristiwa menarik kala Ita Fatia memberikan apresiasi terhadap pemahaman Tedy yang utuh atas bukunya.

Pascaberakhirnya acara diskusi ini kala pukul 20.52 WIB, Sanskerta sempat mewawancarai Tedy Hernawan. Ia mengapresiasi diadakannya diskusi dengan tema “Perempuan”, baginya kegiatan seperti ini penting untuk terus diadakan. “Sebenarnya kegiatan seperti ini memang diperlukan, kita memerlukan adanya ruang diskusi yang dapat menjembatani mahasiswa, penulis, peneliti, dan pembica-pembicara lain.“ Tutup pegiat Komunitas Buah Khuldi ini.

Reporter: Muhammad Fachrul Abul dan Stefanus Cagar Manusakerti
Editor: Rachmad Ganta Semendawai

Komentar