Kehilangan Sepak Bola Berarti Kehilangan Rumah dan Kebahagiaan

—Bagas Nugroho Pangestu



Ketika mendengar lema sepak bola pasti selalu muncul dua hal dalam pikiran, yaitu rumah dan senyuman. Keduanya tidak bisa dipisahkan dengan sepak bola. Aku memang bukan pengamat apalagi atlet sepak bola, aku hanya sekadar jatuh cinta dengan sepak bola.

Sepak bola sudah seperti rumah menurutku. Alasannya, karena posisi rumahku yang berdekatan dengan lapangan sepak bola. Jarak rumah dengan lapangan hanya sepelemparan batu. Membuatku seperti ada kedekatan jiwa yang tidak bisa dipisahkan antara aku dengan lapangan.
Yang juga membuatku seperti tak terpisahkan dengan sepak bola, entah itu dengan bermain bola dengan teman-teman atau sekadar menonton pertandingan setiap minggu sore di lapangan yang sama.

Selain itu, rumah juga selalu menjadi tempat yang paling pas untuk menikmati pertandingan sepak bola melalui televisi. Mulai dari kompetisi lokal ala liga Indonesia maupun kompetisi internasional yang seminggu sekali adanya, aku bisa menikmatinya di rumah. Keluargaku memang tidak terlalu fanatik dengan sepak bola. Namun, keadaan akan berbeda ketika ada pertandingan timnas Indonesia.

Rumah seakan lebih ramai dari biasanya, karena teriakan ibuku yang tak terkendali akan muncul ketika timnas memiliki peluang untuk mencetak gol. Disusul dengan omelan bapakku ketika teriakkan itu dirasa sudah menggangu. Kadang sesekali berganti stasiun televisi karena ada sinetron yang ingin ditonton oleh adikku. Semua hal ini membuat rumah selalu memberikan arti lain tentang sepak bola.


Julukkan “Setan Lapangan” Dipunggung

Istilah “setan lapangan” mungkin bisa diletakkan dipunggungku bersama teman-teman. Hampir setiap sore kami tidak pernah absen untuk menjamah lapangan. Terlebih jika hari libur, kami sudah sedari pagi nangkring di lapangan. Tanpa sepatu bola dan gawang yang dibuat dadakan dengan dua bilah batang kayu kami melakukan “ibadah” ini dengan begitu khusuk. Terkadang di waktu siang yang begitu terik pun kami siap untuk bermain.

Tidak ada waktu lelah untuk bermain sepak bola. Apalagi ketika teman-teman yang ingin bermain sepak bola begitu banyak. Tak jarang dalam satu tim bisa diisi lebih dari sebelas orang dengan lebar dan panjang lapangan yang tidak memenuhi standar FIFA—luasnya lebih kecil.

Ada waktu yang begitu spesial menurutku ketika bermain sepak bola, yaitu saat hujan. Hujan seperti memberikan sensasi yang berbeda ketika bermain sepak bola ketimbang sedang cerah. Ketika hujan permainan akan terasa lucu karena tak sedikit pemain yang terjungkal akibat licinnya lapangan—mungkin karena tidak pakai sepatu bola. Hal ini yang selalu menghadirkan gelak tawa di antara kami. 

Seringnya bermain sepak bola, membuat hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan. Ada salah satu hal unik ketika kami ingin bermain sepak bola yaitu teknik pengumpulan massa.  Sebelum bermain kami selalu mengumpulkan massa terlebih dahulu. Kami harus mengunjungi satu per satu setiap rumah teman-teman.

Untuk rumah yang paling jauh dari lapangan, biasanya mereka yang pertama kali menginisiasi. Cara ini dirasa lebih efektif ketimbang janjian melalui gawai. Teman-teman yang didatangi pun seperti ada beban moral yang ditanggung ketika ia diajak namun tidak ikut bermain sepak bola. 

Kami pun tidak mengenal wasit apalagi 2x45 menit bermain. Semuanya berjalan layaknya air mengalir. Terkadang peluit panjang—yang menandakan waktu berakhir—ketika terdengar azan magrib atau suara petir menggelegar. Itulah waktu yang menunjukan jika kami harus berhenti bermain sepak bola—untuk sesaat.

Ronaldinho: Sihir di Lapangan Hijau

Ketika aku jatuh cinta dengan sepak bola mau tak mau aku juga harus mencintai semua yang berhubungan dengannya, tak terkecuali dengan para pemainnya. Aku sangat mengidolakan salah satu pemain sepak bola bertalenta unik, yaitu Ronaldinho. Dia merupakan salah satu  pemain tim samba Brazil. Ronaldinho memiliki nama lengkap Ronaldo de Assis Moreira atau biasa dipanggil Ronaldinho Gaucho—seterusnya dalam artikel ini disebut Ronaldinho.

Tak perlu meremehkan kemampuannya mengolah bola, Ronaldinho dengan senang hati akan menunjukannya. Pencapaian Ronaldinho paling prestisius adalah mampu ikut serta dalam timnas Brazil di setiap ajang internasional Brazil. Selain itu, di level club, Ronaldinho mampu menembus skuad Barcelona—yang merupakan salah satu klub besar Spanyol. Ada banyak gelar yang didapat Ronaldinho ketika berseragam Barcelona. Bisa dibilang di masa inilah Ronaldinho mencapai keemasannya.

Selain kemampuan bermain sepak bola yang mumpuni ada satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari Ronaldinho: Ronaldinho mampu membuat sepak bola menjadi sumber kebahagiaan. Lewat senyuman yang selalu menghias bibirnya ketika bermain, Ronaldinho membius penonton. Selain itu permainan atraktif ala tim samba, selalu dibawakan oleh Ronaldinho ketika bermain. Kedua hal tersebut yang mampu membuatku “jatuh cinta” dengan Ronaldinho.

Ronaldinho seakan-akan mampu mengubah citra sepak bola yang penuh dengan rivalitas dan tensi tinggi kembali ke hakikatnya yaitu hiburan yang menyenangkan. Ketika Ronaldinho bermain di mana pun tim yang ia bela pasti selalu membawa kebahagiaan. Berkat Ronaldinho aku pun beranggapan jika sepak bola merupakan sumber kebahagiaan—bukan sekadar olahraga.

Laga yang bertajuk El Clasico adalah buktinya. Laga yang mempertemukan Barcelona dengan Real Madrid merupakan pertandingan yang paling ditunggu-tunggu pencinta sepak bola. Laga panas dua tim besar di la liga (nama kompetisi di Spanyol) yang memperebutkan puncak kelasemen.

Bukan hanya sekadar masalah rivalitas di lapangan saja, laga El Clasico nyatanya juga mampu mebawa masalah politik di Spanyol—Barcelona yang disimbolkan sebagai pihak Catalunya sedang Real Madrid disimbolkan sebagai pihak pemerintah Spanyol.

Akan tetapi, semua citra ini mampu dihilangkan oleh seorang Ronaldinho. Dalam artikel “Warna-warni 20 Tahun Karier Sempurna Ronaldinho” (dilansir dari football-tribe.com), menjelaskan jika Ronaldinho mampu menjadi pembeda dalam laga El Clasico pada 2005. Dua gol yang diborong Ronaldinho mendapat apresiasi dari pendukung Los Blancos (suporter Real Madrid).

Padahal pada saat itu laga berlangsung di Santiago Bernabeu yang merupakan kandang Real Madrid. Pada pertandingan ini Ronaldinho bermain ciamik, tidak lupa senyumannya yang tidak pernah lepas dari wajahnya ketika bermain. Menandakan jika hadirnya Ronaldinho mampu mengkikis rivalitas kedua klub ini.

Inilah sepak bola, dia mampu menjelma menjadi rumah dan kebahagiaan. Tidak hanya bagi pencintanya saja, sepak bola mampu menembus segala sekat-sekat yang membatasi. Dia mudah dicintai karena dekat dengan kita. 


Komentar