“Kebijakan
Haji” Bumerang bagi Belanda Terhadap
Islam Pribumi
Islam sebagai agama mayoritas telah dianut
masyarakat Indonesia sejak munculnya Kerajaan Samudera Pasai di wilayah pantai
barat Sumatera hingga Kerajaan Demak di pesisir utara pulau Jawa.
Pengaruh dari agama Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat tinggi.
Sejak penjajahan Belanda atas wilayah Indonesia yang dimulai abad 17 selalu mendapatkan
beberapa perlawanan dari pribumi. Agama Islam ternyata menjadi kekuatan sosial
dan politik dalam cara pribumi melakukan perlawanan terhadap kekuasaan
kolonial. Terlihat dalam rekaman sejarah peristiwa perang besar seperti Perang
Paderi (1821-1837) dan Perang Aceh (1871-1912) di wilayah Sumatera, Perang Jawa
(1825-1830) yang di pelopori Pangeran Diponegoro hingga pemberontakan petani di
Cilegon dan Cimareme. Semua peristiwa tersebut dipimpin oleh pemuka Islam dan
dijiwai oleh Ideologi Islam. (Marwati Djoened P, 2010: 56)
Pemerintah Kolonial Belanda sangat
takut terhadap muslim (orang Islam) yang fanatik dan mempunyai hubungan dengan
dunia internasional. Belanda menganggap masyarakat pribumi
(Indonesia) yang melakukan kontak keluar dapat meminta bantuan negara Islam yang
berkaitan dengan Pan Islamisme diwilayah Timur Tengah. Hal ini membuat
keresahan dipihak Belanda yang beranggapan bahwa Islam sebagai agama sudah
tersusun matang. Akibatnya, Islam dianggap musuh yang menakutkan oleh Belanda.
Berbagai cara dilakukan untuk membatasi gerak umat Islam di Indonesia melalui
kegiatan “Wisata Haji” ke Mekah yang dianggap sebagai penyebab utama
pemberontakan di Indonesia.
Kebijakan Belanda tersebut berubah
dengan datangnya Snouck Hurgronje pada tahun 1889. Sejak kedatangan Snouck di
Indonesia, kebijakan-kebijakan politik Belanda terhadap Islam di Indonesia
mulai didasarkan pada landasan ilmiah dengan fakta-fakta yang obyektif di masyarakat (pribumi). Hal ini
mengubah pola kebijakan yang awalnya membatasi pergerakan umat Islam karena
didasari rasa takut akan pemberontakan menjadi kebijakan yang bersifat humanis
dan terbebas. Kebijakan ini memperlihatkan cara pandang Snouck terhadap Islam
sebagai kekuatan politik dan religius yang tidak boleh dianggap rendah. Jika
kebijakan pembatasan gerak umat Islam digunakan sebagai doktrin politik yang
membuat keraguan maupun keingkaran atas legalitas pemerintahan Belanda sebagai
penguasa. Maka, akan ada bahaya yang
menggerakan rakyat untuk berbuat semakin fanatik terhadap agama dan melakukan
pemberontakan. (Marwati Djoened P, 2010: 56)
Kebijakan kebebasan yang usulkan
Snouck tersebut dalam kenyataannya mengalami kegagalan.
Pembebasan yang diberikan kepada pribumi malah menjadi “senjata makan tuan”
bagi Belanda. Pemerintah Belanda yang awalnya mengharapkan melalui kebijakan
dari Snouck dapat mengubah dan melenyapkan tatanan Islam untuk menguatkan
penjajahan Belanda atas Indonesia. Namun, pada kenyataannya malah menggoyahkan
kekuatan Pemerintah Belanda ditanah jajahannya. (Efendi, 2012: 58) Hal ini
dikarenakan pemisahan antara Islam sebagai ajaran agama dan Islam sebagai
ajaran politik. Sedangkan disisi lain, masyarakat Islam pribumi memperoleh dan
mulai mengembangkan ilmu dari keluar ke luar negeri (naik haji, sekolah di
Belanda, maupun di Timur Tengah).
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan
Pribumi ternyata sudah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Akibat
dari pengembangan ilmu yang diperoleh dari luar menjadikan masyarakat pribumi
melakukan perlawanan lebih tertutup dengan organisasi sebagai wadah pergerakan
perlawanan. Sekitar tahun 1912- 1916 peristiwa-peristiwa yang melahirkan
berdirinya organisasi Sarekat Dagang. Disisi lain muncul Muhammadiyah dan NU
sebagai organisasi yang dimasa perkembangannya menjadi organisasi basis
terbesar (Islam) di Indonesia. Hal ini menunjukan peran besar ideologi Islam
sebagai politik dan kekuatan sosial selain menjadi agama yang timbul dari
kebijakan Pemerintahan Belanda dibidang pariwisata.
DAFTAR
PUSTAKA
Efendi, POLITIK
KOLONIAL BELANDA TERHADAP ISLAM DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH (Studi pemikiran
Snouck Hurgronje) dalam Jurnal
TAPIs Vol.8 No.1 Januari-Juni 2012 diakses melalui digilib.uin-suka.ac.id pada
9/4/2015 pukul 14.22 WIB
Marwati Djoened Poesponegoro;
Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia, ed Pemutakhiran, jilid 5, Jakarta: Balai Pustaka, 2010, hal. 56.
nice post! postingannya sangat bermanfaat sekali
BalasHapus