Muhammadiyah dan PKI di Kotagede


Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi persyarikatan Islam yang ada di Indonesia. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan nama kecilnya Muhammad Darwis pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta, tepatnya di Kampung Kauman. Organisasi Muhammadiyah ini bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan ekonomi.

Kauman adalah kampung yang mempunyai rangkaian dengan Keraton Yogyakarta. Lahirnya kampung Kauman dimulai dengan adanya penempatan abdi dalem pamethakan yang bertugas dalam bidang keagamaan, khususnya urusan kemasjidan, di sebuah lokasi khusus. Tanah tempat tinggal tersebut merupakan hadiah pengabdian mereka kepada Keraton.

Beberapa keluarga abdi dalem itu kemudian membentuk masyarakat, yang disebut dengan masyarakat Kauman. Lokasi tinggal dari masyarakat Kauman disebut dengan nama kampung Kauman.

Pada perkembangannya, masyarakat Kauman memiliki ikatan kekeluargaan yang pekat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya ikatan yang kuat antara abdi dalem pamethakan yang mendorong terjadinya perkawinan endogami.

Kampung Kauman terletak tepat di barat alun-alun utara Kraton Yogyakarta. Dengan luas wilayah 192.000 meter persegi, sebelah utara dibatasi Jl. KH Ahmad Dahlan, sebelah barat Jl. Nyai Ahmad Dahlan (dahulu Jl. Gerjen), dan sebelah selatan Jl. Kauman.

Lingkungan perumahan di kampung Kauman sangat padat dengan gang-gang kecil di dalamnya, sehingga keramahan penduduk dan suasana kampung religius Muhammadiyah ini akan sangat terasa.

Pada 1912, Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman ini, pada mulanya tidak diterima oleh masyarakat Kauman. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya kampung ini menjadi kampung yang sangat fanatik dengan Muhammadiyah.

Banyak pimpinan Muhammadiyah yang muncul dari Kampung Kauman ini. Oleh karenanya, perkembangan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari Kampung Kauman. Kauman menjadi saksi tumbuh, berkembang dan majunya Muhammadiyah yang kini sudah menginjak usia 1 abad.

Heritage Muhammadiyah yang ada di kampung ini antara lain:
  1. Masjid Besar Kraton Yogyakarta
  2. Langgar Kidoel Kiai Dahlan (terletak di komplek rumah keluarga)
  3. Sekolah Pawiyatan (sekarang menjadi SD Muhammadiyah Kauman)
  4. Makam Nyi Ahmad Dahlan (sebelah barat Masjid Besar Kauman)
  5. Ndalem Pengulon (rumah penghulu)
  6. Gedung Pesantren (TK ABA Kauman yang merupakan TK ABA pertama)
  7. Mushala ‘Aisyiyah (masih menjadi mushala khusus wanita di kampung Kauman)
  8. Rumah keluarga pimpinan-pimpinan Muhammadiyah: KH. Ahmad Dahlan, KH. Ibrahim, KH. Hadjid, KH. Fakhruddin, KH. Yunus Anis dan Ki Bagus Hadikusuma
  9. Amal usaha Muhammadiyah: PKU Muhammadiyah, Toko Buku dan Kantor redaksi Majalah Suara Muhammadiyah

Pada tahun 1920, PKI masuk ke wilayah Kotagede Yogyakarta. Secara umum PKI telah mendapatkan dukungan dari banyak pihak termasuk di daerah Kotagede dan sekitarnya, yaitu Umbulharjo. Pusat PKI di Kotagede terletak di Prenggan dan Basen.

Pada tahun 1950 hingga 1960-an, Kotagede terkenal sebagai salah satu basis komunis di Kotapraja, Yogyakarta. Hal tersebut dibuktikan dengan PKI sebagai partai ke-2 yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat pada saat pemilihan. Perekonomian masyarakat Kotagede yang rendah pada saat itu adalah salah satu alasan masyarakat menerima dan mendukung adanya PKI di kalangan mereka.

Sikap dari Muhammadiyah sendiri di kalangan masyarakat lebih mengandalkan kelompok ekonomi yang mapan untuk mengembangkan organisasi berdasarkan saling percaya di antara anggota dengan jalinan hubungan bisnis, kerabat dan perkawinan.

Hal itulah yang menyebabkan semakin terbukanya peluang bagi PKI untuk menanamkan pengaruhnya di kalangan orang miskin, dan PKI juga dianggap sebagai organisasi yang toleran dan akomodatif baik terhadap Islam, maupun tradisi setempat.
Hubungan antara Muhammadiyah dan PKI yang sudah terjalin sejak tahun 1920-an ini memiliki pertentangan sehingga terjadilah sebuah konflik di antara keduanya.


Ditulis oleh:
Aisyah Rachmasari, Gibral Muhammad Albab, Zukhrufa Ken S.D., Syahda Nur Sahbani, Marchiana Wara A., Rani Septia Ningrum,  Nur Rahman Eka Wardani, Nila Ratna Kusuma Wardani.

Komentar

  1. Permisi, ini artikel apa novel ya, satu kalimat udah ganti paragraf. Terus, tentang konflik antara Muhammadiyah dan PKI kenapa justru tidak dijelaskan?. Membaca artikel ini bagaikan saya kebelet berak tetapi setelah mau saya keluarkan di WC malah terasa tidak kebelet lagi.

    BalasHapus
  2. Artikelnya masih tanggung alias gak klimax. Gak enak balas bacanya.

    BalasHapus
  3. Coba yang jelas kalo buat artikel. Jangan tanggung-tanggung. Gak enak banget bacanya.

    BalasHapus

Posting Komentar